Pada pukul 09.56 WIB Acara KIHES yang
diadakan di Stadium Generate UI ini resmi dimulai dengan sambutan oleh Ketua
Project Officer BSO Serambi FHHUI dilanjutkan dengan sambutan oleh Ketua BEM
FHUI dan dari alumnus FHUI. Acara KIHES ini dibentuk pertama kali pada tahun
2012. Latar belakang diadakannya KIHES ini adalah untuk menarik minat dan
mengedukasi mahasiswa khususnya fakultas hukum untuk menjadi ahli dan praktisi
hukum ekonomi syariah di Indonesia. Dimana sumber daya manusianya sangat
sedikit sehingga kontribusi dalam penyelesaian masalah sengketa di Indonesiapun
kebanyakan berasal dari luar negeri.
Seminar KIHES ini ditujukan untuk umum
dan dikhususkan untuk mahasiswa fakultas hukum. Namun, dari perbincangan yang
berlangsung selama 4 jam tersebut, pembahasan dari sisi ekonomi lebih
mendominasi. Pada seminar sesi pertama, Bapak Edi Setiyadi menekankan bahwa
penerapan hukum berdasarkan prinsip syariah adalah diperlukannya pengenalan
prinsip ekonomi syariah atau maqashid
syariah tersebut. Beliau mencoba menjelaskan perbedaan – perbedaan antara
ekonomi konvensional dan ekonomi syariah, seperti adanya ketidakseimbangan
antara sector riil dan non riil. Contohnya, pada surat berharga syariah
(sukuk), pada sukuk diperlukan underlinednya.
Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan sector riil dan non riil. Dari aspek
legalitasnya, pada ekonomi konvensional semua hukum positif, sedangkan ekonomi
syariah legalitasnya berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional (DSN) yang independen. Jika dibandingkan dengan Malaysia, fatwa
tersebut tidak dikeluarkan oleh lembaga independen. Namun, diatur oleh
pemerintahannya. Perbedaan lainnya, terletak pada struktur organisasinya yaitu
adanya Dewan Pengawas Syariah dibawah pimpinan Dewan Komisaris. Selain itu,
ekonomi syariah hanya membiayai perusahaan – perusahaan yang produknya halal
atau berbasis syariah. Tidak membiayai perusahaan rokok, minuman keras,
perjudian dan sebagainya. Kemudian, dari prinsip operasionalnya, ekonomi
konvensional selalu berdasarkan pada interest rate. Sedangkan, pada ekonomi
syariah interest rate sudah pasti tidak dapat digunakan karena nilainya pasti.
Padahal tidak ada yang nilainya pasti kecuali kematian dan apabila terdapat
kepastian maka akan ada pihak yang dirugikan, mungkin dari pihak bank ataupun
deposan dsb.
Perkembangan ekonomi syariah saat ini
berkembang pesat. Ekonomi syariah di Saudi Arabia berkembang cepat karena
factor resourcesnya. Ekonomi syariah di Korea dan Jepang berkembang karena
sukuknya yang mendominasi, Ekonomi syariah di Malaysia berkembang dikarenakan
peran pemerintahnya yang besar dan sangat mendukung hal ini. Sedangkan ekonomi
syariah kita berkembang karena sudah mulai adanya kesadaran dan permintaan
pasar pada bidang ini. Namun, kekurangan dukungan dari pemerintah dan
masyarakat. Uangpun tidak langsung turun ke Indonesia, biasanya melalui
Malaysia atau Singapura, karena kita masih belum memiliki payung hukum yang
kuat
Sejak dikeluarkannya UU Perbankan
Syariah dan UU tentang sukuk, asset perbankan syariah berkisar antara 40 – 50%.
Pada Juli 2013, Indonesia sudah memiliki 11 BUS (Bank Usaha Syariah), 24 UUS
(Unit Usaha Syariah), dan 160 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Bedanya
dengan Malaysia, mereka tidak memiliki UUS. Dikarenakan pada awalnya bank –
bank di Malaysia semuanya menawarkan produk syariah atau disebut windows. Sedangkan Indonesia tidak dapat
melakukan hal tersebut dikarenakan kita sudah memiliki UUS.
Beliaupun memaparkan hasil survey IMF
terhadap Indonesia, mengapa Negara kita sempat tahan pada keadaan krisis?
Jawabannya kembali lagi karena adanya keseimbangan antara sector riil dan non
riil. Inilah andil Bank Syariah di Indonesia. Selain itu, Bank syariah juga
menimbulkan kontradiktif dalam kebijakan dan implementasinya. Diantaranya,
harus adanya keterkaitan antara UU Perbankan syariah dan peradilan agama, Sukuk
korporasi kita yang masih bernilai 7 -8 triliun saja, Ada 23/24 Universitas
Syariah yang harus spin off (berbentuk
PT) dan hubungannya dengan kepemilikan Bank Asing, masih ada beberapa hal yang
belum terintegrasi seperti kerjasama dengan Mahkamah Agung untuk menyiapkan
hakim hakim berbasis syariah namun masih banyak fatwa yang masih belum cukup
kuat. Oleh karena itu, Bank Indonesia membentuk komite perbankan syariah dengan
beranggotakan dirjen perundang – undangan. Hal ini bertujuan mengubah fatwa –
fatwa menjadi hukum – hukum positif yang lebih kuat di Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini.
Pada Pukul 11.00, Acara dilanjutkan
dengan sesi tanya jawab yang banyak mengundang antusiasme para peserta.
- Mengapa masih ada unsur konvensional pada Bank Syariah? Seperti adanya pendapatan non halal pada Bank Syariah?
Jawaban
: Pada hal ini, unsur konvensional pada Bank Syariah bukan berarti Bank
tersebut masih menggunakan system riba atau bunga. Tetapi, karena hukum
positifnya belum mendukung secara keseluruhan. Misalnya, ketika akad jual beli
atau murabahah dilaksanakan, maka Bank tersebut harus memiliki gudang luas
untuk menyimpan harta yang sudah dimiliki (mis. Mobil) agar dapat dijual
kembali kepada nasabah. Belum lagi, bank syariah harus menghadapi paradigma
masyarakat yang sudah konvensional karena pemahaman mereka antara margin dan
bunga terlihat sama. Padahal berbeda.
Mengenai
pendapatan non halal ini bukan didapatkan karena Bank Syariah bermain di pasar
uang dan sebagainya. Pendapatan ini didapatkan apabila Bank syariah ini
menetapkan denda kepada nasabah karena kesalahan atau pengingkaran janji
pembayaran, uang yang dibayarkan nasabah ini masuk kedalam pendapatan non halal
yang tidak akan digunakan pada kegiatan operasional bank. Bisa juga, karena
suatu bank konvensional mengonversikan banknya menjadi bank syariah.
Selain
itu, kita perlu melihat syariah atau konvensional pada bagian neraca. Sebuah
bank tidak akan bekerja jika tidak ada sumber dana atau liabilitiesnya. Dewasa
ini, ketika suku bunga tinggi, bank bank konvensional akan mendapatkan sumber
dana dari para deposan. Untuk dapat bersaing, bank bank syariah pun harus tetap
mengisi liabilitiesnya. Namun, bukan dengan menawarkan bunga, tetapi diisi
dengan keuntungan Bank bukan keuntungan nasabah. Oleh karena itu, dapat kita
lihat ROA Bank Syariah lebih kecil dibandingkan Bank Konvensional.
- Bagaimana Bank Indonesia dalam menghadapi MEA 2015?
Jawaban
: Pada MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), industry bisnis memang dimulai pada
tahun 2015. Sedangkan industry keuangan akan dimulai pada tahun 2020. Untuk
menghadapi pasar MEA dimana non tariff akan dilaksanakan kita perlu adanya
regulator Bank Syariah untuk menentukan bank – bank syariah mana yang dapat
beroperasi di Indonesia termasuk dalam memasarkan produknya.
- Bagaimana dengan diluncurkannya credit card yang dianggap tidak sesuai syariah?
Jawaban
: Ada beberapa bank yang mengeluarkan credit card atau disebut syariah card
seperti CIMB, Bank Mega Syariah, Bank BNI Syariah dengan hasanah Cardnya dsb. Untuk
produknya, kredit card ini halal karena ada fatwanya. Kami hanya membolehkan
produk yang bersifat universal atau sesuai dengan demand di pasar. Bank
Indonesiapun sudah memiliki kodifikasi product lengkap dengan fatwanya.
Sedangkan untuk produk – produk turunan seperti kartu kredit memang harus
dipresentasikan, seperti apa mekanismenya. Contohnya, jika kredit card ini
disalahgunakan untuk pembelian barang non halal, maka profit yang didapatkan
harus disalurkan ke pendapatan non halal. Ini merupakan salah satu kebijakan
DSN.
- Hanya sekitar 40% masyarakat yang mengenal lembaga keuangan formal. Bagaimana masyarakat dapat mengenal Bank?
Dalam seminar
sesi pertama ini dapat disimpulkan bahwa kita perlu memahami esensi Bank
syariah itu sendiri. Tidak hanya memahami hukum, ekonominya saja juga landasan
syariah itu sendiri. Dikhawatirkan pada MEA 2015 nanti akan banyak produk –
produk berkedok halal. Oleh karena itu, perlu adanya sinergi dari pemerintah,
masyarakat dan Bank itu sendiri untuk mengedukasi penerapan prinsip ekonomi
syariah kepada masyarakat luas. Jangan sampai kembali kepada paradima suku
bunga “Mekanisme suku bunga dalam paradigma adalah tidurpun bisa dapat uang.” –
Dr. Edi Setiady (Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia)
0 comments on "SEMINAR KULIAH INFORMAL HUKUM EKONOMI SYARIAH (SESI 1)"
Post a Comment
Poskan komentar